Minggu, 11 November 2012

Awal perjalanan ke Groningen...

Pada 4 November 2012 pagi..
Aku masih tiduran menikmati tempat tidur yang akan aku tinggalkan.  Everything would be never the same, dan aku akan merindukan semuanya walau kepergianku cuma 3 bulan.  Koper baru seharga 1 juta dengan standar TSA dan isinya sudah beres, namun kuncinya masih belum bisa dibuka. Aku tidak tahu kenapa, yang pasti aku pasti lupa dengan kombinasi nomor yang diberikan mas penjualnya di CITO surabaya kemarin.  Tapi aku ingat-ingat lagi, sepertinya aku tidak pernah diberi kombinasi nomor..

Aku bangkit dari tidur dan mulai menyiapkan langkah antisipasi, yup membeli gembok di Alfa Mart.  Ya.. semua boleh tertawa, koper seharga 1 juta namun tidak bisa dikunci, miris kan? Sementara istriku, berusaha menghubungi toko Bag Center tempat aku membeli koper tersebut.  Karena belum jam 10 pagi, toko belum buka, CS CITO Surabaya juga belum buka, terpaksa istriku menghubungi kantor pusatnya di Jakarta (terima kasih istriku).  Namun kantor pusat di Jakarta tidak bisa memberi solusi lain selain membawa koper tersebut ke tempat aku membelinya semula, padahal koper tersebut telah berisi barang BERATTT banget.

Aku sudah capek dengan perkara tersebut, dan istriku masih ngotot dengan mencoba-coba kombinasi nomor yang mungkin bisa.  Aku juga berusaha mengakses internet, mencari tahu bagaimana membuka koper yang terkunci.  Dalam hati aku menggerutu, aku telah mempersiapkan kepergianku ini jauh hari, namun pada hari H tetap saja keruwetan itu masih ada.  Akhirnya selang beberapa saat, istriku berteriak..

Ayah, kunci kopernya sudah bisa dibuka dengan nomor kombinasi bla bla bla..

Aku kaget dan terharu, istriku memang orangnya ulet dan tak mudah menyerah, kalau aku suka memanfaatkan pilihan lain yang masih tersedia.  Dengan koper yang sudah bisa terkunci, aku merasa perjalanan ke Groningen tidak akan seperti orang udik, koper bagus dengan kunci yang bagus.  Hmm.. perfect.  Langkah selanjutnya, menghubungi taksi..

Setengah 12 aku menghubungi taksi kemudian sholat dan makan siang.  Sepuluh menit kemudian, operator taksi menelepon lagi yang menyatakan bahwa taksi di pangkalan kosong.  Aduh, aku pindah operator taksi, dan berjanji akan datang 15 menit lagi.  Sayangnya, dalam waktu yang ditentukan taksi tersebut belum datang juga.  Aku lihat jam tangan, 12.20, closing chek in 12.30.  Deg-degan karena terlalu lama menunggu, aku menjadi panik.  Tanpa pikir panjang, aku bersama istri mencari taksi langsung di jalan.  Agak lama, dapat.  Namun ketika aku meninggalkan gang rumah, taksi pesanan datang.  Entahlah apa yang terjadi sesudah itu, mungkin si sopir meminta cancel fee.

Taksi meluncur di jalan tol dengan kencang, sesekali bunyi beep terdengar yang menandakan kecepatan melebihi aturan.  Berkali-kali aku melihat jam, dan sampai di bandara pukul 12.50, untungnya aku sudah chek in dengan layanan internet.  Sampai di petugas security, petugasnya tanya mau kemana? Apa bawa sambel pecel? Mau ke Belanda, of course aku bawa sambel pecel yang dipersiapkan khusus oleh istriku.  Apa ada yang aneh? Petugas tersebut hanya cengar-cengir saja, aku sih juga senyum-senyum saja..

Sampai di penimbangan, 39 kilo? Seketika aku panik, garuda hanya memberi gratis 20 kg, MAS hanya 30 kg.  Kemana sisa 9 kilo harus aku buang? Akhirnya mbak penjaga konter check in (sangat baik) menanyakan apakah MAS sering memberi toleransi ke penumpangnya.  Ternyata malah stick to the rules, jadi aku harus membuang 9 kg. Stop, jangan dibuang pak, kata petugas.  Keluarkan barangnya sampai 9 kg, terus titipkan barangnya ke CS dan suruh keluarga bapak mengambilnya.  Oke, aku keluarkan barang2 yang kira2 masih bisa aku beli di Belanda, namun mas yang bagian ngikat koper memberi bantuan untuk menjadi tempat penitipan.  Aku mengiyakan saja..

Keringatku masih membanjir, takut ketinggalan pesawat kok malah overweight..

Setelah selesai, aku mengucapkan terima kasih kepada mbak yang telah membantu dan mas yang bagian ikat koper, minta nomor HP agar seseorang nanti bisa mengambil barang overweightku.  Huh, aku berjalan menuju pesawat sambil nelpon dan SMS istriku.  Pulsa terbatas dan baterei mau habis (sangat tidak disarankan).  Duduk di pesawat sambil termenung, aku membayangkan betapa beratnya awal perjalanan menuju Groningen ini.  Semoga setelah ini muncul banyak kemudahan.. Amiiin 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar