Dulu aku tersenyum ketika kakak lelakiku berkata ia ingat bapak saat bekerja ikut anaknya pakdhe di Situbondo. Di warung tempat dia makan sehari-hari, terdapat seorang lelaki yang mirip bapak. Akibatnya, dia tidak kerasan bekerja di Situbondo dan memilih pulang.
Dalam hati aku berkata, bapak memang orang yang sangat berjasa bagi anak-anaknya, namun tautan hati seorang anak biasanya lebih lekat kepada ibu daripada bapak. Dan kakakku ini lebih memilih pulang demi bapak.. Sungguh anak yang berbakti, pikirku. Waktu itu aku juga kuliah di Jakarta, di depan kontrakan juga ada orang yang mirip bapak, dan aku sama sekali tidak berpikir untuk pulang hehe.. Apa karena aku sedang kuliah sehingga tidak diperbolehkan untuk seenaknya memutuskan untuk pulang dan berhenti kuliah? Tapi yang jelas, waktu itu aku memang tidak ingin pulang, rumah kontrakanku berisi segala jenis manusia yang sangat menarik untuk dikenal lebih jauh.
Ketika emak tiada, tinggallah bapak seorang diri di rumah tempat kami bertujuh dilahirkan. Rumah besar itu memang kosong, anak-anak bapak sudah punya rumah sendiri dan tidak ada yang mau hidup seatap dengan bapak lagi. Bapak memang terkenal temperamental, tapi bapak ya tetap bapak, seorang manusia yang telah menghadirkan kita di dunia. Cuma kakak lelakiku di atas (kebetulan belum punya rumah) yang ingin hidup dengan bapak, namun istrinya kemudian melahirkan dan lebih memilih hidup dengan orang tuanya.
Banyak yang menyayangkan, kenapa emak dipanggil Tuhan lebih dulu. Tapi takdir bukanlah milik anak-anak dari orang tua. Rumah menjadi tidak terurus, peralatan masak menjadi kotor, memang lelaki paling males bersih2 (mengaca pada diri sendiri hihi..). Kita 7 bersaudara masih sering menangis ketika membicarakan emak, dan membayangkan hidup berat yang dijalani bapak sekarang.
Bapak memang sudah tua, makan dari anak-anaknya. Tapi untuk mengisi hari tuanya, bapak masih ingin ke sawah. Aku perkenankan beliau ke sawah untuk mengisi hari tua, kalau tidak begitu, apa yang mau dikerjakan? Luntang-lantung di rumah? Akan lebih merana kalau begitu. Cuma aku pernah meminta kepada bapak untuk mengurangi luas sawah sewaannya, ya sekedar untuk mengisi waktu saja.
Setelah aku ke Groningen, nyata sekali aku ingat bapak..
Di sini aku masak sendiri (ya ada banyak orang di dapur sih), makan hidangan sendiri dan membersihkan peralatan makan sendiri. Tidak apa2, aku sudah menyadari bahwa harus hidup mandiri di Belanda, namun aku sepertinya sedang merasakan hidup yang sekarang bapak jalani. Entah kenapa aku menjadi kangen dengan bapak, ingin meminta maaf karena datang menjenguk hanya satu kali dalam sebulan. Bapak pasti merasakan kesepian seperti yang aku rasakan sekarang. Tidak perlu bermakna suatu obrolan, karena aku yakin bapak sudah senang jika diajak mengobrol.
Dapur bersama di International Student Housing WInschoterdiep
Aku mulai membayangkan kondisi diriku ketika nanti anak2 sudah besar dan hidup jauh dari dariku dan ketika istriku nanti tiada. Aku akan menjalani hidup yang sama seperti aku sekarang di Belanda, mandiri, serba sendiri dan sepi. Entahlah, aku merasa hidup ini akan terbalik. Dulu ketika kita dilahirkan, semua orang datang berkunjung untuk menengok, semua tetangga dan teman orang tua bergembira dengan kedatangan kita di dunia. Ketika kita tua, mengapa harus sendiri menjalani sisa hidup, padahal kekuatan tubuh kembali seperti bayi? Mengapa tetangga dan anak-anak mulai menjauh? Ya, aku mengeri betapa bedanya topik yang dibicarakan tetangga2 yang masih muda dengan yang sudah tua.
Entahlah, setelah ini, aku ingin lebih memperbanyak frekuensi pulang ke rumah. Sekedar berbincang dengan bapak dan saudara2, mengajak anak2 bermalam di rumah bapak, dll.
Pak Suzatmo, membaca blog bapak khususnya perjalanan Bapak mendapatkan LoA short course dan master sangat menggugah rasa ingin tau saya.
BalasHapusSaya mendaftar salah 1 short course di Delft dan sudah diterima dengan beasiswa dari NFP.
Apa bapak bisa menceritakan bagaimana cara mengurus visa dsb? maklum saya blm pernah ke LN sebelumnya. hehe.. :p
mungkin Bapak juga berkenan memberi tips dan trik what next step should I have take. :)
Kebetulan saya tinggal di Surabaya.
Hi Dina,salam kenal,ternyata kita tetanggaan karena aku tinggal di Sidoarjo.
BalasHapusUntuk apply visa, nanti akan dibantu neso kok, kita nanti akan dikirimi form lewat email yg harus kita balikin lagi ke Neso. Kalau visa sudah jadi, kita akan dihubungi oleh Neso dan visa bisa diambil di kedubes Belanda di Jakarta.
Perjalanan ini juga pertama kali buat aku, jadi ga bisa memberi saran terbaik, cuma berdasar pengalaman saja. Nanti aku lanjutin ceritanya, karena meski short course, exercises and paper assignmentnya juga banyak banget:)